Blog Ini Bukan Sebagai Acuan Namun Sebagai Gambaran

Selasa, 22 Desember 2009

Trauma Kepala

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Definisi Trauma kepala atau cidera kepala (Cerebral Injury) adalah suatu bentuk trauma yang dapat merubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan aktivitas fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan.
Atas suatu gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak (Blak H, 1997)
Cidera kepala adalah kerusakan neurologik yang mengakibatkan oleh suatu benda asing atau serpihan tulang yang merebus atau merobek suatu jaringan otak, pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan keotak dan dan akhirnya oleh efek kecepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price & Willson, 1995)
TANDA DAN GEJALA
a. Fase Emergensi
• Memar
• Hematom
• Pendarahan telinga
• Penurunan kesadaran
• Penurunan reflek batuk dan menelan
b. Cidera Ringan Sedang
• Disorientasi ringan
• Amnesia post trauma
• Sakit kepala
• Mual dan muntah
• Vertigo
• Gangguan pendengaran

c. Cidera Sedang Berat
• Tidak sadar 24 jam
• Fleksi dan ekstensi
• Edema otak
• Hemiparase
• Kejang

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi :
Pengertian Yaitu Suatu gangguan traumatic dari fungsi otak yang disertai tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas jaringan otak
2.2. Penyebab Trauma :
• Akselerasi : terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam
• Deselerasi : terjadi jika kepala membentur obyek yang diam
• Kompresi atau penekanan
Manifestasi Klinis :
• Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
• Kebungungan
• Iritabel
• Pucat
• Mual dan muntah
• Pusing kepala
• Terdapat hematoma
• Kecemasan
• Sukar untuk dibangunkan
• Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.


2.3. Akibat :
• Cedera local yaitu hanya pada jaringan fibrosa padat di atas tengkorak (galeaapponeurotika) yang menyerap kekuatan eksternal
• Cedera otak (kerusakan kup dan kontra kup).
2.4. Klasifikasi cedera kepala
a) Berdasar mekanisme :
• Tertutup.
• Penetrans.
b) Berdasar beratnya menurut The Traumatic Coma Data Bank :
1. Skor Skala Koma Glasgow (GCS).
• Ringan
1. GCS 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia (kurang dari 30 menit)
3. Tidak ada fraktur tengkorak
4. Tidak ada kontusio serebral dan hematoma

• Sedang
1. GCS 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tapi kurang dari 24 jam
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak


• Berat
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
- Juga meliputi kontusio serebral, laserasi atau hematoma intracranial
C) Berdasar morfologi :
1. Fraktura tengkorak.
• Kalvaria
1. Linier atau stelata.
2. Depressed atau non depressed.

• Basiler
1. Anterior
2. Media
3. Posterior
2.5. Fraktur Tulang Tengkorak yaitu Lesi Intrakranial (Fokal Dan Difusa)
1. Fokal
• Perdarahan Meningeal
 Epidural.
1. Hematoma epidural
 Berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak.
 Terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.
 Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma
 Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada ct scan darurat.
 Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.
 Subdural.
1. Hematoma subdural
 Berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak.
 Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan.
 Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik.
 Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak.
 Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala intracranial biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.
 Sub-arakhnoid.
1. Perdarahan sub arachnoid
2. Perdarahan pada ruang sub arachnoid

• Perdarahan dan laserasi otak :
Perdarahan intraserebral dan atau kontusi.
Pengumpulan darah > 25 ml pada parenkimotak
Akibat infressi fraktur, gerakanakselerasi, deselarasi tiba-tiba dan lanjutan kontusio serebri
2. Difusa :
1. Konkusi ringan.
2. Konkusi klasik.
3. Cedera aksonal difusa

2.6. KOMPLIKASI
1. Edema pulmonal
2. Bocornya LCS
3. Gangguan mobilisasi
4. Hipovolemia
5. Kejang
6. Hiperthermia
7. Infeksi
8. SIADH
10. Hemorrhagie
11. infeksi
12. Edema
13. Herniasi
2.7. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Keluhan utama : Cederakepala denganpenurunan kesadaran
3. Riwayat kesehatan
a. Sakit kepala
b. Pusing
c. Kehilangan memori
d. Bingung
e. Kelelahan
f. Kehilangan visual
g. Kehilangan sensasi
h. Muntah proyektil
i. GCS menurun
j. Tanda rangsangan meningeal
4. Pemeriksaan fisik
a. Bingung / disorientasi
b. Penurunan kesadaran
c. Perubahan status mental
d. Gelisah
e. Perubahan motorik (hemiplegi)
f. Kejang
g. Dilatasi pupil
Disebabkan oleh penekanan pada syaraf cranial III (okulomotorius)
Edema papil
Bila TIK meningkat, CSS didesak sepanjang selaput sub arahnoid saraf optic, tekanan ini dihantarkan pada vena sentral retina yang menyilang pada rongga sub arahnoid. Edema head saraf terjadi dan vena retina menjadi terbendung
Bila trejadi fraktur basis cranii :
8. Otorea
9. Rinorea
10. Racoon eye
11. Batle sign
12. Penurunan nadi tetapi tekanan sistolik meningkat (Peningkatan ICP)
Disebabkan oleh distorsi atau iskemik batang otak dan tidak berhubungan dengan tingkat tertentu dari peninggian TIK. Ini biasanya lambat terjadi dan merupakan tanda berbahaya dalam perjalanan dan perluasan lesi desak ruang.
13. Peningkatan tekanan darah
14. Perubahan frekuensi, kedalaman dan irama nafas
Beberapa lokasi pada hemisfer serebral mengatur control volunteer terhadap otot yang digunakan pada pernafasan, pada sinkronisasi dan koordinasi serebelum pada upaya otot. Serebrum juga mempunyai beberapa control pada frekuensi dan irama pernafasan. Nucleus pada pons dan area otak tengah dari batang otak mengatur automatisasi dari pernafasan.
15. Cheyne’s stoke
Adalah pernafasan periodic dimana setiap pernafasan meningkat sampai puncak dan kemudian menurun sampai keadaan apneu. Fase hiperpneu biasanya lebih panjang dari fase apneu. Pola nafas ini terjadi pada lesi bilateral yang terletak pada hemisfer serebral.
16. suara nafas melemah atau hilang
17. Tanda rangsangan meningeal
18. Refleks patologis
19. Gangguan nervus cranialis
20. Gangguan sirkulasi
21. Gangguan respirasi
22. Gangguan eliminasi
5. Istirahat/ aktivitas
6. makanan / cairan
7. Psikologis, integritas ego
8. Interaksi social
9. Pemeriksaan penunjang / Pemeriksaan Diagnostik
• Foto Rontgen à mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
• CT Scan à mengidentifikasi adanya SOL, haemoragi, menentukan ukuran ventrikel, pergeseran jaringan otak.
• MRI (penjelasan sama dengan CT Scan)
• EEG à untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
• PET (Positron Emission Tomografi) à menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada otak.
• Pungsi Lumbal, CSS à dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub arachnoid

Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
2.8. MASALAH KEPERAWATAN :
1. Nyeri kepala
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Perubahan perfusi serebral
4. Resiko terjadinya peningkatan TIK
5. Pola nafas tidak efektif
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang darikebutuhan
8. Gangguan mobilitas fisik.
9. dll
2.9. PRIORITAS TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Pernafasan
a. Menjaga kepatenan jalan nafas
b. Pengisapan secret (dibatasi bila peningkatan TIK)
c. Pemberian O2
d. Monitoring tanda vital, AGD dan distress pernafasan
e. Perawatan trakeostomi
2. Kardiovaskuler dan respirasi
a. Monitoring tanda vital
b. Monitoring status hemodinamik
c. Monitoring frekwensi dan kualitas denyut jantung
d. Monitoring EKG

3. Memaksimalkan fungsiserebral / perfusi
a. Pengaturan posisi anatomis
b. Mengatasi demam
c. Meningkatkan sirkulasi serebral
d. Pembatasn aktivitas
e. Mengurangi stimulasi eksternal
f. Mencegah peningkatan TIK (muntah, batuk, mengedan dan bersin)
4. Meminimalkan komplikasi
5. Mengoptimalkan fungsi otak
6. Menyokong proses pemulihan dan koping









BAB III
Rencana Tindakan Keperawatan

3.1. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
8. Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
9. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.

3.2. Intervensi Keperawatan
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
• Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
• Pemberian oksigen sesuai program.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.

Intervensi :
• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
• peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
• tekanan pada vena leher.
• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
• Bila akan memiringkan anak, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
• Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
• Monitor intake dan out put.
• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
• Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
 Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
 Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
 Perawatan kateter bila terpasang.
 Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
 Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan anak.
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
 Kaji intake dan out put.
 Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
 Berikan cairan intra vena sesuai program.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Anak terbebas dari injuri.
Intervensi :
 Kaji status neurologis anak: perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
 Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
 Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau sesuai dengan protokol.
 Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
 Berikan analgetik sesuai program.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan : Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
 Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
 Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk mengurangi nyeri.
 Kurangi rangsangan.
 Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
 Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
 Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan : Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka, leukosit dalam batas normal.
Intervensi :
 Kaji adanya drainage pada area luka.
 Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
 Lakukan perawatan luka dengan steril dan hati-hati.
 Kaji tanda dan gejala adanya meningitis, termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
Tujuan : Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan aktif dalam perawatan anak.
Intervensi :
 Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
 Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
 Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
 Gunakan komunikasi terapeutik.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tetap utuh.
Intervensi :
 Lakukan latihan pergerakan (ROM).
 Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
 Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak.
 Kaji area kulit: adanya lecet.
 Lakukan “back rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan agar tidak menimbulkan nyeri.


KESIMPULAN
Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.
Komplikasi dari trauma kepala adalah hemorragi, infeksi, odema dan herniasi. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.


DAFTAR PUSTAKA

 Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
 Hudak & Gallo. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
 Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
 Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.
 http://askep-ebook.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-cedera-kepala.html
 http://rusari.com/askep_cedera_kepala.html